Wattpad

Maksubah bukan dari Jepang (Panganan yang menentukan status sosial seseorang)

Sekilas Namanya agak jepang-jepangan ya. Maksubah, kedengaranya agak japanese kaya tsubasa yang ada di komik-komik itu. hahahaha
Saya kemarin duduk bercakap-cakap dengan Mbak Rhaina yang suaminya orang Palembang. (Kalau palembang+Jambi ketemu pasti Heboh, secaraaa...makanannya sebelas dua belas, bahasanya mirip pulak. kalau ngerumpi, sekampung wajib denger karena Jambi dan Palembang sama-sama intense dalam percakapan sehari-hari)--Gak nyangka selama di rantau ada orang yang bisa di ajak ngerumpi soal Makanan--hal yang paling saya rindukan dari kampung halaman. Kala itu kita bicara mulai dari hidung saya yang Mampet. biasanya kalau udah mulai pilek saya mulai pengen makan tekwan* pedes-pedes. Mang Jaja di simpang Pulai tempat favorite saya di jambi. selain tekwannya OK, yang punya juga ramah sekali. hampir setiap ada uang lebih saya selalu mampir kesana. ada sih tempat lain yang memang lebih enak. Tapi ke sreg-an saya terhadap makanan bukan hanya dari rasa. 
Lama-lama obrolan kita merembet ke Maksuba. Maksuba ini salah satu makanan khas melayu juga selain tempoyak. bahan pokoknya mudah kok. Telur+ gula. beberapa orang menambahkan tepung dalam pembuatannya, tapi kalau saya yang buat, saya cendrung tidak menambahkan tepung sama sekali sehingga rasanya lebih berat dan lebih nikmat. maksuba yang di campur tepung biasanya lebih ringan dan kering. sedangkan maksuba yang hanya dibuat dengan telur dan gula saja, cendrung basah dan lengket. sewaktu di awal perkuliahan di mulai, saya pernah meminta ibu saya mengajari saya bagaimana cara membuat Maksuba. masa itu ibu mengerjai saya, Jadilah saya membuat Maksuba manual dengan arang dari batok kelapa. sedangkan dengan oven saja bisa. Jadi saya mengerti mengapa Maksuba harganya mahal. pembuatannya begitu susah payah dan saya harus bergosong-gosong ria duduk di depan Api ber-jam-jam, menjaga Nyala Api. selapis demi selapis...(alah maaak kenangan Indah)

maksuba yang ini tampaknya di buat dengan tepung. didapat dari google

Maksubah adalah faktor utama yang menyebabkan berat badan saya naik lebih dari lima kilogram setiap idl fitri datang. padahal prestasi sekali kalau saya bisa menurunkan sekitar 3 kg selama bulan puasa. tapi setelah lebaran, kenaikannya lebih besar dari penurunan. tubuh saya pun semakin-semakin-semakin dan semakin semok dari tahun ke tahun.
Ceritanya mbak Raina mau di kirimi mertuanya Maksubah dari Palembang. saya pun ngedumel kalau Maksubah di Jambi kebanyakan di temui waktu lebaran. kalau sudah memasuki masa-masa Idl Fitri, setiap rumah berlomba-lomba membuat Maksuba. konon Maksuba menentukan status sosial seseorang. cara mereka menyajikanpun juga mempengaruhi, warnapun juga ikut-ikutan. Ajaib gak? 
Apa iya penyajian maksubah pada hari raya menentukan status sosial seseorang? 
Sewaktu saya kecil, penyaji Maksuba ini adalah keluarga-keluarga Melayu yang berada. tidak semua rumah menyajikan Maksuba pada masa itu karena biaya bahan bakunya yang tergolong mahal. modal pembuatan seloyang maksuba bisa menghabiskan seratus-beratus-ratus ribu rupiah. kelembutan, tekstur dan komponen yang terdapat di dalamnya (apa itu komponen? memangnya pesawat terbang?) juga menentukan status sosial.
Rumah yang menyajikan Maksubah dari satu jenis (dalam kategori warna dan rasa, pembuatan seloyang Maksuba memaksa adonan di bagi dua. biasanya untuk memberikan kesan berlapis. setelah di bagi dua, salah satu adonan bisanya di bubuhkan perisa dan pewarna sehingga Maksubah tampa begitu cantik) biasanya status sosialnya tidak lebih tinggi dari yang menyajikan dua jenis maksuba dalam sekali waktu. 
Misalnya nih, saya berkunjung ke rumah salah seorang Datuk yang punya banyak tanah, mereka menyajikan maksuba coklat, Pandan dan Kuning dalam satu waktu dan penyajian biasanya terkesan boros, (untuk satu jenis Maksubah di sajikan lebih dari satu piring saji) dan yang melahap apa lagi (hahaha. kapan lagi, makan kue mahal gratis)
Bagi keluarga saya, dulu menyajikan seloyang maksubah saja sudah cukup. itupun penyajiannya di hemat, hanya di keluarkan untuk tamu-tamu penting saja. jika di sebuah Hari Raya keuangan keluarga tidak memadai, kami tidak menyajikan Maksuba sama sekali. siapa yang gila menyajikan Maksuba sedangkan seloyang Maksuba sama nilainya dengan 7 Toples besar kue mentega? seloyang Maksuba tidak bisa di keluarkan setiap saat sedangkan & toples kue mentega, bisa di santap oleh siap saja dalam waktu lima hari. 
Belakangan saat keuangan keluarga membaik, Ibu tetap menyajikan satu loyang (mengingat loyang lainnya di santap kedua anaknya dengan brutal. saya dan Dan adik saya, Kurnia adalah penggila makanan Manis. Tapi saya makan Tanpa Batas, berbeda dengan adik saya yang cukup dengan lima potong dan muntah jika di paksakan makan sampai potongan ke delapan). 
Saat ini Maksuba masih tergolong kue Mahal, namun setiap rumah bisa saja menyajikannya. Semenjak Maksuba sudah bisa di masak dengan Oven, harganyapun menurun. Maksubah bisa di beli dengan harga seratus atau dua ratus ribu saja. Tapi dengan harga segitu, untuk seloyang Kue bagi saya masih tetap mahal. dua ratus ribu bahkan tidak akan bisa memuaskan perut saya sendiri. hihihi

No comments:

Post a Comment

 

Quotes

“Apa boleh buat, jalan seorang penulis adalah jalan kreativitas, di mana segenap penghayatannya terhadap setiap inci gerak kehidupan, dari setiap detik dalam hidupnya, ditumpahkan dengan total, seperti setiap orang yang berusaha setia kepada hidup itu sendiri—satu-satunya hal yang membuat kita ada.”
Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara